iklan

Kamis, 27 Oktober 2011

PENDIDIKAN TERINTEGRASI


Menurut kamus Bahasa indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Jadi, salah satu tujuan dalam pendidikan adalah mengubah sikap dan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Dalam pendidikan formal yang telah dilakukan di sekolah-sekolah, baik tingkat dasar sampai tingkat atas, peserta didik telah menerima berbagai materi dan pengetahuan yang diharapkan mampu membentuk karakter siswa. Tetapi salah satu fenomena yang terjadi adalah banyak murid yang pandai secara akademik, tapi masih lemah dalam hal budi pekerti dan akhlaknya. Contoh konkrit adalah ada beberapa sekolah unggulan tapi siswnya masih bisa terlibat tawuran. Kejadian tersebut jelas tidak mencerminkan sekolah unggulan yang seharusnya siswanya meiliki kemampuan akademik yang bagus, tetapi masih gersang perilaku. Kemudian pertanyaannya adalah mengapa anak tersebut tahu bahwa tawuran perbuatan buruk tetapi ia tetap melakukan perbuatan tersebut? Hipotesis yang bisa dikemukakan adalah masih adanya dikotomi/pemisahan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Siswa seakan-akan pelajaran pendidikan agama hanya sekedar dihafal saja. Belum ada semangat untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Idealisme pendidikan adalah membentuk siswa yang memiliki kemampuan intelegensi yang tinggi dengan memiliki pribadi yang bagus. Di bangku sekolah, siswa telah menerima pelajaran yang seharusnya dapat membentuk intelegensi dan pribadinya, yaitu pelajaran pendidikan agama. Tetapi setelah satu pelajaran selesai, seakan selesai sudah penerapannya. Seharusnya setiap matapelajaran harus ada integrasi yang berkesinambungan. Dalam hal ini nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran agama harus terintegrasi dengan mata pelajaran yang lainnya.
Integrasi adalah pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Pembauran disini bukanlah semua materi disatukan, tetapi nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap matapelajaranlah yang disatukan. Ketika seorang guru masuk kelas mengajar pelajaran A, maka ia diharapkan mampu membawa nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran B, C, atau pelajaran yang lainnya.
Dengan demikian, seorang guru matapelajaran apapun juga dituntut untuk  menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam pelajaran pendidikan agama. Misalkan dalam pelajaran agama terdapat materi tentang kejujuran, maka nilai kejujuran tersebut juga harus ikut “dibawa” oleh pelajaran yang lain. Artinya tidak ada dikotomi/pemisahan antara pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain. Sehingga ada keterkaitan nilai-nilai yang harus selalu terhubung antar mata pelajaran. Saat pelajaran matematika, sang guru harus tetap ikut menanamkan nilai kejujuran yang telah dipelajari saat pelajaran agama.
Tetapi sekali lagi perlu kita pahami, bahwa mengintegrasikan di sini bukanlah mencampur adukkan materi pelajaran. Intergasi di sini adalah keterpaduan nilai-nilai mata pelajaran umum dengan matapelajaran agama. Contoh konkrit penerapan lainnya adalah misalkan saat pelajaran IPA yang membahas tentang perkembangan manusia, jika perlu dan memungkinkan disinggung ayat Al Qur’an Surat Al Mukminun ayat 14 yang berkaitan dengan penciptaan manusia. Saat pelajaran PKn yang membahas tentang budi pekerti, maka dapat disinggung ayat Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 215 yang menerangkan balasan bagi mereka yang berbuat baik.
Hal tersebut dimaksudkan agar di dalam benak siswa tidak ada pemisahan antara nilai yang terkandung dalam ilmu agama dengan ilmu lainnya.
Dengan demikian, intelektual dan pribadi siswa akan terasah. Secara tidak langsung siswa juga akan tersadar bahwa semua ilmu penting. Tidak ada ilmu yang dikesampingkan oleh siswa. Dalam jangka panjang, diharapkan akan terbentuk insan yang memiliki tingkat intelektual yang tinggi dengan akhlak mulia yang terintegrasi di dalam diri peserta didik.

Perlu kita perhatikan pula, untuk dapat mengintergasikan nilai-nilai agama ke dalam siswa, maka seorang pendidik harus segera meningkatkan sekaligus memperbaiki kapabilitasnya terlebih dahulu sebagai seorang guru. Cara yang bisa digunakan sebagaimana disampaikan oleh Abdullah Gymnastiar yaitu: dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal yang paling kecil, dan dimulai saat ini juga. Semoga dalam jangka panjang nanti akan tercetak generasi-generasi penerus bangsa yang akan meneruskan perjuangan membangun negeri ini.
BY : Sutarto, S.Pd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar