iklan

Senin, 21 Februari 2011

makanan bagi hati

''Ingatlah bahwa dalam tubuh terdapat sepotong daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, sepotong daging itu adalah hati.'' (HR Bukhari).

Dalam hadis di atas, Rasulullah SAW menggambarkan betapa hati mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam diri seseorang. Pantaslah kiranya, jika ia dapat disebut sebagai parameter dari segala aktivitas manusia. Hati dalam hadis di atas bukanlah hati dalam bentuk fisik yang berfungsi sebagai penyaring racun dalam tubuh. Hati yang dimaksud adalah hati yang dapat mengantarkan seseorang pada keadaan yang penuh ketenangan, kedamaian, ketenteraman, dan bahkan pada sebuah yang cinta abadi.
Secara leksikal, kata hati adalah hasil terjemahan dari qalb (kalbu). Kalbu merupakan bentuk masdar dari fiil qalaba-yaqlibu-qalban, yang berarti membalikkan, mengubah, memalingkan, dan mengalami perubahan. Pemaknaan etimologis tersebut tidak jauh dari latar belakangnya yang cenderung selalu berubah-ubah.

Kalbu adalah lokus dari kebaikan dan kejelekan, kebenaran dan kesalahan. Hati dalam bentuk ruh atau lathifah adalah sesuatu yang halus, tidak kasat mata, tidak dapat diraba, dan bersifat rohani rabbani.

Lathifah tersebut merupakan hakikat dari diri manusia. Ia adalah salah satu komponen manusia yang berpotensi memahami, menyerap, atau memersepsikan segala hal yang ditujukan kepadanya dan akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan kata lain, hati menunjukkan sentralitas dalam diri manusia sebagai pusat kepribadian dan membuat manusia menjadi manusiawi. Untuk mengenali seseorang, apakah hatinya tenteram atau tidak dapat dikenali dari segala tingkah laku fisik mereka. Karena segala tingkah laku seseorang bersumber dari panggilan atau bisikan suara hatinya (shaut al-dlamir).

Bagi orang yang bertingkah laku Qurani, berarti hatinya tenteram, dan bagi orang yang bertingkah laku syaithani maka dalam hatinya tidak ada rasa tenteram yang menyelimutinya.

Kecenderungan hati ditentukan oleh ''makanan'' apa yang dikonsumsinya. Karena sebagaimana tubuh, hati juga butuh makan. Tetapi, bukan berbentuk konkret seperti nasi, roti, keju, dan lain sebagainya. Makanan untuk hati dapat dilakukan berupa dzikrullah (banyak mengingat Allah).

Allah SWT berfirman, ''(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah (dzikrullah). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram.'' (QS Al-Radu: 28). Bila dalam sehari semalam sedikitnya kita memerlukan makanan sebanyak tiga kali plus camilan, berapa kali dalam sehari Anda memberi ''makan'' hati Anda?

Sumber: Republika, sebagaimana dikutip oleh Abdussalam http://sigitwahyu.net/hikmah/makanan-hati.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar